Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).
Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.
Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.
Ciri-ciri komunikasi massa
1. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
2. Komunikator memiliki keahlian tertentu
3. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
4. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim
5. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan
6. Ada pengaruh yang dikehendaki
7. Dalam konteks sosial terjadi saling mempengaruhi antara media dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.
8. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak bersifat pribadi.
A. Fungsi Komunikasi Massa untuk Masyarakat.
McQuail menyatakan bahwa fungsi komunikasi massa untuk masyarakat meliputi:
1. Informasi:
a. Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia.
b. Menunjukkan hubungan kekuasaan.
c. Memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemajuan
2. Korelasi:
a. Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.
b. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan.
c. Melakukan sosialisasi.
d. Mengkoordinasi beberapa kegiatan. Membentuk kesepakatan.
e. Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif.
3. Kesinambungan:
a. Mengepresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru.
b. Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.
4. Hiburan:
a. Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana relaksasi.
b. Meredakan ketegangan sosial.
5. Mobilisasi: Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan, dan kadang kala juga dalam bidang agama.
A. Fungsi Komunikasi Massa untuk Individu
Sedangkan fungsi komunikasi massa untuk individu meliputi:
1. Informasi:
a. Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia.
b. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan.
c. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat minum.
d. Belajar, pendidikan diri sendiri.
e. Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan.
2. Identitas pribadi:
a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi.
b. Menemukan model perilaku.
c. Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media).
d. Meningkatkan pemahamna tentang diri-sendiri.
3. Integrasi dan interaksi sosial:
a. Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial.
b. Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki.
c. Menemukan bahan percakapan dan interkasi sosial.
d. Memperoleh teman selain dari manusia.
e. Membantu menjalankan peran sosial.
f. Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak –keluiarga, teman, dan masyarakat.
4. Hiburan:
a. Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan.
b. Bersantai.
c. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis.
d. Mengisi waktu. Penyaluran emosi.
e. Membangkitkan gairah seks.
Model-Model Komunikasi
MODEL-MODEL KOMUNIKASI
TEORI – TEORI KOMUNIKASI PADA TAHAP AWAL
Menurut Effendy (2003) teori dan model komunikasi yang tampil pada tahun awal sekitar dekade 1940-an dan 1950-an adalah sebagi berikut :
1. Lasswell’s Model (Model Lasswell)
Teori komunikasi yang dianggap paling awal (1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who says in which channel to whom with what effect (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa). Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik : Lasswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi yaitu Communicator (komunikator), Message (pesan), Media (media), Receiver (komunikan/penerima), dan Effeck (efek).
Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut :
The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan)
The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok-
kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan).
The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial
dari generasi yang satu ke generasi yang lain).
2. S-O-R Theory (Teori S-O-R)
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semua berasal dari psikologi. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi.
Menurut stimulus response ini efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah ;
Pesan (stimulus, S)
Komunikan (organism, O)
Efek (Response, R)
Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu : (a) perhatian, (b) pengertian, dan (c) penerimaan.
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.
3. S-M-C-R model (Model S-M-C-R)
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan dari Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang berarti penerima atau komunikan.
Khusus mengenai istilah Channel yang disingkat C pada rumus S-M-C-R itu yang berarti saluran atau media, komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambang, misalnya bahasa, kial (gesture), gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dieprgunakan khusus dalam komunikasi tatap muka face-to-face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang berwujud, baik media massa, misalnya surat kabar, televisi atau radio, maupun media nir-massa, misalnya, surat, telepon atau poster. Jadi, komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media saja, misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bemedia seorang komunikator, misalnya wartawan, penyiar atau reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarana yang ia operasikan.
4. The Mathematical Theory of Communication (Teori Matematika Komuikasi)
Teori matematikal ini acapkali disebut model Shannon dan Weaver, oleh karena teori komunikasi manusia yang muncul pada tahun 1949, merupakan perpaduan dari gagasan Claude E. Shannon dan Warren Eaver. Shannon pada tahun 1948 mengetengahkan teori matematik dalam komunikasi permesinan (engineering communication), yang kemudian bersama Warren pada tahun 1949 diterapkan pada proses komunikasi manusia (human communication).
Sumber informasi (information source) memproduksi sebuah (message) untuk dikomunikasikan. Pesan tersebut dapat terdiri dari kata-kata lisan atau tulisan, musik, gambar, dan lain-lain. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi isyarat (signal) yang sesuai bagi saluran yang akan dipergunakan. Saluran (channel) adalah media yang menyalurkan isyarat dari pemancara kepada penerima (receiver). Dalam percakapan sumber informasi adalah benak (brain) pemancar adalah mekanisme suara yang menghasilkan isyarat, saluran (channel) adalah udara.
5. The Osgood and Schramm Circular Model (Model sirkular Osgood dan Schramm)
Jika model Shannon dan Weaver merupakan proses linier, model Osggod dan Schramm dinilai sebagai sirkular dalam derajat yang tinggi. Perbedaan lainnya adalah apabila Shannon dan Weaver menitikberatkan perhatiannya langsung kepada saluran yang menghubungkan pengirim (sender) dan penerima (receiver) atau dengan perkataan lain komunikator dan komunikan. Schramm dan Osgood menitikberatkan pembahasannya pad perilaku pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi.
Shannon dan Weaver membedakan source dengan transmitter dan antara receiver dengan distination. Dengan kata lain, dua fungsi dipenuhi pada sisi pengiriman (transmiting) dan pada sisi pemnerimaan (receiving ) dari proses.
Pada Schramm dan Osgood ditunjukkan fungsinya yang hampir sama. Digambarkannya dua pihak berperilaku sama, yaitu encoding atau menajdi, decoding atau menjadi balik, dan interpreting atau menafsirkan.
6. Dance’Helical Model (Model Helical Dance)
Model komunkasi helical ini dapat dikaji sebagai pengembangan dari model sirkular dari Osggod dan Schramm. Ketika membandingkan model komunikasi linier dan sirkular, Dance mengatakan bahwa dewasa ini kebanyakan orang menganggap bahwa pendekatan sirkular adalah paling tepat dalam menjelaskan proses komunikasi.
Heliks (helix), yakni suatu bentuk melingkar yang semakin membesar menunjukkan perhatian kepada suatu fakta bahwa proses komunikasi bergerak maju dan apa yang dikomunikasikan kini akan mempengaruhi struktur dan isi komunikasi yang datang menyusul. Dance menggarisbawahi sifat dinamik dari komunikasi
Proses kounikasi, seperti halnya semua proses sosial, terdiri dari unsur-unsur, hubungan-hubungan dan lingkungan-lingkungan yang terus menerus berubah. Heliks menggambarkan bagaimana aspek-aspek dri proses berubah dari waktu ke waktu.
Dalam percakapan ,misalnya bidang kognitif secara tetap membesar pada mereka yang terlibat. Para aktor komunikasi secara sinambung memperoleh informasi mengenai topik termasa tentang pandangan orang lain, pengetahuan dan sebagainya.
7. Newcomb’ABX Model (Model ABX Newcomb)
Pendekatan komunikasi yang berdasarkan pada pendekatan seorang pakar psikolog sosial berkaitan dengan interaksi manusia. Dalam bentuk yang paling sederhana dari kegiatan komunikasi seseorang A menyampaikan informasi kepada orang lain B mengenai sesuatu X. Model ini menyatakan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X adalah saling bergantung dan ketiganya membentuk sistem yang meliputi empat orientasi.
Seperti dikutip Effendy (2003) menurut Severin dan Tankard (1992) pada model newcomb ini komunikasi merupakan cara yang biasa dan efektif dimana orang-orang mengorientasikan dirinya terhadap lingkungannya.
8. The Theory of Cognitive Dissonance (Teori Disonansi Kognitif)
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan Festinger ini berarti ketidaksesuain antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan beruapaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya. Pada umunya orang berperilaku ajeg atau konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten seperti itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku.
9. Innoculation Theory (Teori Inokulasi)
Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada mulanya ditampilkan oleh Mcguire ini mengambil analogi dari peristiwa medis. Orang yang terserang penyakit cacar, polio disuntik. Diberi vaksin untuk merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya. Demikian pula halnya dengan orang yang tidak memiliki informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut, maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk. Suatu cara untuk membuatnya agar tidak mudah kena pengaruh adalah ”menyuntiknya” dengan argumentasi balasan (counterarguments).
10. The Bullet Theory of Communication (Teori Peluru)
Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa yang oleh para teoritis komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula hypodermic needle theory yang dapat diterjemahkan sebagai teori jarum suntik.
•Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis;
Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan” dengan bibir kalau lisan, atau dengan tangan kalau tulisan.
Penangkapan pesan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya. Adakalanya komunikasi tersebar dalam jumlah relatif banyak, sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau sarana, dalam situasi ini dinamakan komunikasi massa.
Teori Komunikasi Relasional
Gregory Bateson melalui Teori Komunikasi Relasional menyebutkan bahwa komunikasi sebagai interaksi menciptakan struktur suatu hubungan.9 Komunikasi berfungsi mengukuhkan, mempertahankan, atau mengubah hubungan-hubungan. Bateson mengemukan dua proposisi yang mendasari teorinya. Yang pertama adalah pesan mendua. Setiap komunikasi yang bersifat relasional membawa dua pesan, yakni pesan “report” dan pesan “command”. Pesan “report” menyangkut substansi atau isi komunikasi, sedangkan pesan “command” menyangkut pernyataan mengenai hubungan. Fatwa sesat dan menyesatkan yang dikeluarkan MUI merupakan pesan “report” kepada Ahmadiyah, sedangkan pernyataan untuk tidak terpengaruh atau mengikuti ajaran kelompok ini merupakan sebuah “pesan command”.
Proposisi kedua Bateson adalah hubungan-hubungan yang dicirikan oleh komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer, satu bentuk perilaku diikuti bentuk anonimnya. Misalnya perilaku dominan dijawab dengan kepatuhan. Sedangkan dalam hubungan simetri, perilaku seseorang diikuti perilaku sama. Dominan dengan dominant, patuh dengan patuh, marah dengan marah, dan lain-lain. Sikap penentangan Ahmadiyah terhadap fatwa sesat MUI menunjukkan perilaku simetris kelompok tersebut.
Biologi komunikasi dalam pembelajaran
Ilmu Biologi mempelajari fenomena hayati alam (organisme hidup) semesta. Manusia merupakan salah satu ragam organisme hidup yang ada di alam semesta. Cabang ilmu biologi yang mempelajari bagian-bagian tubuh manusia antara lain: fisiologi, neurologi, neurofisiologi, dan lain-lain. Jadi, manusia adalah salah satu bidang obyek yang dipelajari oleh biologi. Pada sudut pandang ilmu komunikasi, pendekatan biologi mencoba mengangkat faktor-faktor biologis pada diri manusia komunikan untuk mempelajari perilaku komunikasinya.
Dari penjelasan dua bidang pendekatan ini, jelas bahwa keduanya menjadikan manusia komunikan sebagai fokus mendekatan dalam sudut pandang ilmu komunikasi. Dengan demikian, masih menurut penjelasan dua bidang di atas, kita dapat menyusun elemen-elemen pembeda antara pendekatan biologi dan psikologi dalam ilmu komunikasi. Pendekatan biologi ilmu komunikasi memulai studinya aspek-aspek hayati pada diri manusia misalnya, kondisi otak, telinga, mata, dan mulut (lida dan bibir untuk komunikasi verbal). Sedangkan pendekatan psikologi memulai dengan studi terhadap perilaku individu manusia. Untuk lebih jelasnya, perhatikan dena berikut:
Fokus jenis pendekatan aspek
(persamaan) (Perbedaan) (Perbedaan aspek dalam Komunikasi)
EFEK KOMUNIKASI MASSA: KOGNITIF, AFEKTIF & BEHAVIORAL
31 12 2007
Oleh: Muhammad “Yudin” Taqiyuddin
Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuyk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.
1. Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa “Robot Gedek” mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral.
2. Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.
1. Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.
1. Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.
c. Situasi terpaan (setting of exposure)
Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt, dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respons.
1. Faktor predisposisi individual
Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.
3. Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program “Buser” di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.
Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.
Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai “abstract modeling” (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa itu sudah dianati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru pata mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan.
Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi “rehearsal”.
Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar.
Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat
ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.
Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.
Amri Jhi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga, (Jakarta: PT. Gramedia, 1988)
Siti Karlinah, Komunikasi Massa, (Jakarta: Penerbitan UT, 1999), H. 8.7
Wajar bila Mc Luhan menitik beratkan pada medianya, karena kajian-kajiannya tentang komunikasi terfokus pada media interaktif yang berbasiskan mikroelektronika. Latar belakang pemikirannya ialah ada dampak radikal bentuk-bentuk komunikasi yang berdimensi pada ruang, waktu, dan persepsi manusia. Karya-karyanya secara luas mengartikulasikan sejumlah perubahan paling mendasar yang disebabkan teknologi media, maka wajar bila Mc Luhan berpendapat, isi pesan tidak mempengaruhi pesan, karena kajiannya bertumpu pada media pembawa pesan (lihat Antoni, Riuhnya Persimangan Itu; Profil Pemikiran Para Penggagas Kajian Ilmu Komunikasi, Solo: Tiga Serangkai, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar