¨ Pengamatan atas Keindahan Ciptaan Allah
Kemana pun seseorang memandang, ia akan mendapati contoh-contoh indahnya ciptaan Allah yang menakjubkan. Di dalam ayat-ayat al-Qur’an Allah berfirman:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Q.s. Fushilat: 53).
Orang-orang beriman senantiasa bangkit gairahnya tatkala mereka memperhatikan susunan dan kesempurnaan yang terus menerus diciptakan oleh Allah di setiap sudut alam semesta ini. Mereka menyaksikan adanya kebijakan, keagungan, dan keindahan tiada tara di balik keajaiban-keajaiban ini, dan timbul perasaan bahagia di dalam hatinya ketika merenungkan keagungan ciptaan Allah tadi. Mereka merasa heran tatkala memperhatikan orang-orang yang tetap tidak memiliki kepekaan atas keajaiban-keajaiban ini. Jika orang-orang semacam itu mau mendengarkan suara hati nuraninya sebentar saja dan berpikir dengan jujur, maka mereka pun pasti akan merasakan keagungan dan betapa eloknya ciptaan Allah. Sebagaimana dinyatakan di dalam banyak ayat al-Qur’an, kesempurnaan ciptaan Allah benar-benar sangat mengesankan sehingga siapa pun yang mau menggunakan hati nuraninya dapat menyaksikannya. Dalam sebuah ayat dinyatakan bahwa ketika orang-orang beriman memikirkan adanya keagungan di dalam ciptaan Allah, mereka pun merasa takjub:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’.” (Q.s. Ali Imran: 191).
Orang-orang beriman yang merenungkan dengan sungguh-sungguh hal-hal yang masuk di dalam kesadarannya menyadari, bahwa penciptaan langit dan bumi merupakan tanda adanya kebijaksanaan dan kekuasaan yang abadi. Mereka menyadari bahwa Allah menyimpan ratusan dan ribuan maksud dalam setiap ciptaan-Nya dan mereka benar-benar merasa sangat takjub susunannya atas kesempurnaan. Tidak sebagaimana perasaan gusar yang dimiliki oleh masyarakat jahiliah, seseorang mendapat bimbingan ke jalan Allah yang lurus karena adanya rasa takjub dan bahagia. Konsekuensi dari rasa takjub dan pemahaman yang menyeluruh ini adalah semakin kuat rasa keimanan, bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Semakin orang-orang beriman berpikir mengenai keindahan dan keelokan makhluk-makhluk yang terdapat di sekitar mereka, maka mereka pun semakin menyadari kekuasaan, kebijaksanaan, dan keagungan Allah, dimana merupakan satu-satunya kawan dan pelindung bagi seseorang. Mereka pun bersegera berdzikir kepada-Nya, memuji-Nya, dan berlindung kepada-Nya dari azab-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas tadi: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
¨ Menyaksikan Rahmat dan Keindahan
Orang-orang yang paling merasakan takjub atas berbagai rahmat Allah dan mendapatkan paling banyak kenikmatan darinya adalah mereka yang beriman. Mereka tahu bahwa segala sesuatu adalah ciptaan Allah dan menyadari bahwa apa pun peristiwa yang mereka temui dan mereka lihat merupakan rahmat daripada-Nya. Dengan demikian suatu keindahan tertentu memiliki makna yang sangat berarti bagi mereka dibandingkan bagi orang-orang lainnya.
Alasan lain mengapa orang-orang beriman dapat merasakan takjub, adalah karena mereka dapat memperhatikan secara rinci dan detail apa-apa yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Mereka yang tidak dapat menggunakan akalnya secara semestinya dan tidak merenungkan secara mendalam atas kejadian-kejadian yang ada hanya akan memahami penampakan lahirnya saja. Dengan demikian, rasa takjub mereka sangatlah terbatas. Akan tetapi sebaliknya, bagi orang-orang beriman, mereka mampu melihat sisi-sisi yang berkaitan dengan keimanan dan maksud-maksud Ilahiah yang terkandung di dalam segala sesuatu yang mereka jumpai. Dengan demikian, mereka dapat menghargai banyak detail dan rahmat yang memberikan kebahagiaan serta rasa kagum yang lebih besar.
Alasan lainnya lagi mengapa orang-orang beriman dapat melihat rahmat-rahmat ini secara mendetail dan lebih memiliki kesan adalah sebagai berikut: seseorang yang bersikap sombong kepada Allah tidak dapat mengenali keindahan dan keajaiban ciptaan-Nya, karena bila ia mengakui kekuasaan Allah itu berarti ia mengakui kekurangan dirinya. Karena ia tidak dapat menerima hal ini, maka ia pun tidak akan mampu melihat keindahan yang terdapat pada makhluk-makhluk sebagaimana mestinya. Bahkan andaikata ia memperhatikan makhluk-makhluk itu, ia lebih suka menjelaskannya begitu saja dan menekan rasa kekagumannya.
Lepas dari sikap angkuh dan kepura-puraan, orang-orang beriman tidak pernah luput dalam menghargai keindahan benda-benda dan menyaksikan kehebatan ciptaan Allah, dan mereka pun menyatakan perasaan dalam hatinya serta kekagumannya secara terbuka. Misal, tatkala mereka menyaksikan sekuntum bunga mawar atau warna ungu yang dapat ditangkap oleh mata, maka bangkitlah kebahagiaan memandang keindahan itu dan mereka pun menyadari bahwa ini adalah perwujudan dari sifat Allah yang indah “al-Jamil”. Keindahan dan pesona yang terpancar dari makhluk-makhluk mengarahkan mereka untuk merenungkan kekuasaan yang tidak terhingga serta keindahan sang Pencipta. Dalam perenungan ini mereka semakin merasa takjub, karena mereka dapat merasakan bahwa semua keindahan ini telah diciptakan untuk mereka dan bahwa semuanya itu adalah karunia dari Allah. Mereka merasakan kekaguman dengan mengetahui bahwa semua itu adalah tanda-tanda kasih sayang Allah kepada mereka. Mereka berpikir dengan bahagia bahwa sekalipun semua keindahan ini tidak banyak berarti bagi banyak orang, namun mereka telah menjadi orang-orang yang beruntung, telah menjadi kekasih-kekasih Allah yang mendapatkan kebahagiaan paling banyak dari rahmat-rahmat-Nya. Mereka merasa bersyukur bahwa Dia telah menganugerahkan kepada mereka kesempatan untuk melihat keindahan-keindahan ini dan telah mencurahkan karunia-Nya kepada mereka, dan mereka merasakan kebahagiaan yang amat sangat karena dapat bersyukur kepada Allah.
Mereka merasa bahagia karena Allah telah memberinya mata untuk melihat keindahan-keindahan ini, kesadaran yang jernih untuk memahaminya, dan keimanan yang tulus untuk mensyukurinya. Mereka merasa diistimewakan, karena banyak orang yang tidak dapat menikmati kebahagiaan dari hal-hal yang indah diakibatkan oleh kebutaan ruhaninya. Namun mereka dapat melihat dan menikmati keindahan-keindahan ini karena Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka mencintai agama. Selain itu, setelah mereka merenungkan berbagai rahmat, desain-desainnya yang sempurna serta kebijakan abadi yang terwujud di dalamnya, mereka meningkatkan rasa takzim kepada Allah dan kekaguman mereka atas keindahan ciptaan-Nya. Sebagaimana firman Allah:
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu minta kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Q.s. Ibrahim: 34).
Dengan demikian, mereka dalam keadaan takjub atas berbagai karunia yang tidak terkira jumlahnya yang ada di dunia ini. Dengan rasa syukur kepada Allah mereka bergembira karena berpikir bahwa Allah telah memberikan semua karunia ini dari rahmat-Nya; Ia telah memberikan karunia sebanyak ini, padahal kalau mau dapat saja Ia memberinya lebih sedikit dari ini. Allah berfirman:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.s. Ibrahim: 7).
Dengan mengingat bahwa Allah akan menambah nikmat lebih banyak lagi kepada mereka yang bersyukur adalah kebahagiaan tambahan.
Dengan mengetahui bahwa Allah telah menciptakan bagi mereka masa hidup yang penuh dengan karunia dan keindahan serta suatu takdir yang senantiasa membawa kebaikan membuat semangat mereka segar kembali. Orang beriman menyadari bahwa Allah melindungi dan melimpahkan kasih sayang-Nya kepadanya setiap saat, dan kedua hal ini adalah karunia dari-Nya. Sungguh, Allah melimpahkan kasih sayangnya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan seseorang berjalan ke arah kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan hanyalah semata-mata karena Allah telah menetapkannya. Fakta ini telah ditekankan di dalam banyak ayat seperti berikut ini:
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan Dia pilih.” (Q.s. al-Qashash: 68).
“Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekufuran) kepada cahaya (iman).” (Q.s. al-Baqarah: 257).
“Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Q.s. al-Baqarah: 213).
Seorang yang beriman tahu bahwa ia berhutang budi atas rahmat-rahmat yang dinikmatinya itu kepada Allah. Allah telah memilihnya, memberinya kesempatan untuk hidup dengan nyaman, menjauhkannya dari kejahatan, dan menciptakannya dengan kemampuan-kemampuan khusus, dimana hal ini benar-benar sangat menyenangkannya. Dengan gairah ia pun kembali kepada-Nya dan bekerja sungguh-sungguh demi mendapatkan keridhaan-Nya, baik melalui sikap maupun perilakunya. Sebagaimana ketika ia mengamati keindahan-keindahan yang ada di dunia ini, ia berpikir tentang surga, pasti betapa sempurna dan tiada cacatnya keindahan-keindahan di surga sana, dan menjadi sangat bergairah untuk mencapainya. Semangat yang ada pada diri orang-orang beriman dinyatakan dalam sabda Nabi Muhammad saw.: “Sungguh, dalam setiap tasbih adalah sedekah, dalam setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan dalam mengatakan ‘Tidak ada tuhan selain Allah’ adalah sedekah pula.” (H.r. Muslim dan Ahmad).
Apa yang telah disebutkan di atas tadi hanyalah sedikit contoh dari hal-hal yang membangkitkan gairah orang-orang beriman. Buku ini terlalu terbatas untuk menyebutkan semua rincian tentang hal-hal yang diperhatikan oleh orang-orang beriman. Cakrawala pandangan mereka luas, dan kemampuan refleksi mereka juga kuat. Kesenangan yang tidak pernah dialami oleh orang-orang kafir adalah karunia besar yang dianugerahkan kepada orang-orang beriman.
¨ Cinta dan Persahabatan
Kebanyakan orang mengeluh karena tidak dapat menemukan cinta dan persahabatan sejati di sepanjang hidup mereka dan benar-benar merasa yakin bahwa adalah hal yang mustahil untuk mendapatkannya. Hal ini memang benar bagi mereka yang hidup di tengah-tengah masyarakat jahiliah, yang tidak pernah meraih cinta dan persahabatan sejati, oleh karena rasa kasih sayang yang mereka berikan satu sama lain sering kali adalah karena dorongan kepentingan. Begitu mereka tidak lagi mendapatkan keuntungan-keuntungan yang dapat diraih, keakraban yang selama ini mereka anggap sebagai cinta atau persahabatan pun berakhir.
Orang-orang yang mengalami cinta dan persahabatan sejati serta menjalaninya dengan makna yang sesungguhnya adalah orang-orang beriman. Alasan utamanya, sebagaimana dinyatakan di muka dalam buku ini, adalah karena mereka mencintai satu sama lain, bukan karena mencari keuntungan, namun hanyalah semata-mata karena orang-orang yang mereka cintai itu adalah orang-orang yang memiliki iman yang tulus dan taat. Apa yang membuat seseorang dicintai dan memiliki daya tarik untuk dijadikan teman adalah karena ketakwaannya kepada Allah, dan kesalehannya yang telah membuat seseorang hidup dengan nilai-nilai al-Qur’an secara cermat. Seseorang yang hidup dengan nilai-nilai al-Qur’an juga mengetahui karakteristik-karakteristik apa saja yang mesti dimilikinya agar dapat dijadikan sebagai seorang teman yang berharga, dan dia pun mengambil karakteristik-karakteristik ini sesempurna mungkin. Dan demikian pula, ia pun dapat mengapresiasi karakteristik-karakteristik yang dapat dikagumi pada orang lain dan dapat mencintai dengan sesungguhnya.
Selama pemahaman mengenai hal ini senantiasa ada dan nilai-nilai Qur’ani meliputi diri mereka, kebahagiaan yang diperoleh dari cinta dan persahabatan tidak pernah hilang. Lebih jauh lagi, semakin orang itu memperlihatkan akhlak yang baik, kesenangan dan kebahagiaan yang mereka dapati dari cinta dan persahabatan pun senantiasa meningkat. Tatkala mereka saling memperhatikan satu sama lain sifat-sifat khas yang ada pada diri orang-orang beriman, tanda-tanda adanya iman dan nurani, ketulusan, ketakwaan kepada Allah dan kesalehan, maka gairah mereka pun semakin tumbuh subur. Gairah mereka terasa terbangkitkan karena berada di tengah-tengah lingkungan orang-orang yang mendapat keridhaan dan kasih sayang dari Allah serta senantiasa cenderung untuk berusaha meraih kedudukan yang tinggi di akhirat kelak. Begitulah, mereka merasa bahagia bersahabat dengan orang-orang yang oleh Allah sendiri telah dijadikan sebagai para kekasih-Nya.
Oleh karena kecintaan di antara mereka dilandasi oleh sebuah pemahaman tentang persahabatan yang kekal selamanya, maka kecintaan itu tidak akan berkurang atau berakhir dengan adanya kematian. Sebaliknya, justru makin kekal secara sempurna. Dari aspek inilah pemahaman tentang cinta bagi orang-orang beriman berbeda dengan pemahaman masyarakat jahiliah. Cinta dan persahabatan pada masyarakat jahiliah tidak dilandasi niat untuk senantiasa bersama selama-lamanya, maka mereka pun tidak dapat mempraktikkan konsep-konsep kesetiaan, kepercayaan, dan amanah yang sejati. Jika dua orang yang mengaku sebagai kawan membuat suatu syarat khusus yang melandasi persahabatan mereka, maka itu berarti mereka dapat mengakhiri pertemanan mereka kapan saja. Kedua belah pihak yang menyadari adanya kemungkinan ini pun lalu bersikap saling hati-hati satu sama lain dan merasa tidak nyaman. Kehatian-hatian merusak ketulusan, dimana hal ini merupakan prasyarat dalam menjalin cinta dan persahabatan. Dalam hubungan-hubungan yang sifatnya duniawi orang-orang senantiasa memperhitungkan adanya kemungkinan berakhirnya persahabatan mereka dan, dengan demikian, mereka pun menghindari untuk menunjukkan sifat ketulusan dimana nantinya dapat membuat mereka merasa malu bila kelak keramah-tamahan ini telah berakhir.
Di lain pihak, bagi orang-orang beriman, mereka memiliki ketulusan dan tidak pernah bersikap pura-pura. Seseorang yang berniat untuk bersama-sama dengan orang lain untuk selama-lamanya adalah seseorang yang telah memiliki komitmen untuk menunjukkan kesetiaan, cinta, dan persahabatan yang tiada putus-putusnya. Karakteristik istimewa mengenai cinta dan persahabatan dari orang-orang beriman ini, yaitu kesediaan untuk bersama-sama selama-lamanya, membuat mereka dapat memperoleh kebahagiaan yang besar dari kasih sayang yang mereka alami serta kegembiraan karena punya harapan untuk berada bersama-sama dengan orang-orang yang mereka cintai di surga nanti. Ini juga merupakan kesenangan, karena adanya kepastian, sehingga mereka akan bersikap setia kepada orang-orang yang mereka cintai selama-lamanya.
¨ Melindungi Kebenaran
“Mengapa kamu tidak mau berperang demi membela agama Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau’.” (Q.s. an-Nisa’: 75).
Di dalam ayat ini Allah meminta perhatian atas situasi orang-orang yang tertindas dan menunggu adanya dukungan atau sekutu. Ayat ini berkenaan dengan upaya untuk melindungi orang-orang yang tidak bersalah yang tidak mampu untuk membela hak-hak mereka sendiri, menolong mereka dan menjamin adanya keselamatan atas diri mereka sebagai sebuah tanggung jawab bagi orang-orang beriman.
Orang-orang beriman yang memiliki kesadaran atas tanggung jawab-tanggung jawab mereka merasakan adanya hasrat dan keinginan yang sangat besar untuk menyelamatkan orang-orang yang tertindas hanya karena mereka beriman kepada Allah. Mereka memiliki nurani dan pemahaman yang tepat tentang keadilan, maka mereka pun tidak pernah mau memaafkan adanya penindasan terhadap orang-orang yang tidak bersalah; maka, mereka pun memberikan dukungan secara moral dan material. Untuk tujuan inilah gairah dan semangat mereka memberikan keberanian dan kekuatan yang sangat besar kepada mereka.
Allah juga meminta tanggung jawab kepada orang-orang beriman untuk memerangi kemungkaran dan mencegahnya, dimana hal ini menambah semangat mereka. Memerangi kemungkaran, menghapuskan tirani dari muka bumi, dan mewujudkan perdamaian serta kesejahteraan adalah termasuk diantara perbuatan-perbuatan yang paling mulia dan luhur bagi kemanusiaan. Mengenai pentingnya memenuhi tugas untuk mencegah kemungkaran ini dinyatakan di dalam al-Qur’an:
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (Q.s. al-A‘raf: 165).
Di dalam al-Qur’an banyak nabi yang disebutkan karena semangat dan keteguhan mereka dalam membela kebenaran dan memerangi kemungkaran. Nabi Musa a.s. misalnya, telah berjuang keras untuk menyelamatkan Bani Israel dari tirani Fir‘aun. Dalam al-Qur’an, Fir‘aun digambarkan sebagai “Berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas.” (Q.s. Yunus: 83). Dia telah memperbudak bangsa Mesir, membunuh anak laki-laki mereka dan menistakan anak-anak perempuan mereka. Allah mewahyukan kepada Nabi Musa a.s.:
“Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dan katakanlah: ‘Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israel bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk’.” (Q.s. Thaha: 47).
Maka beliau pun mendatangi Fir‘aun dan memintanya untuk menghentikan tiraninya atas bangsanya dan membiarkan mereka untuk meninggalkan Mesir bersamanya.
Ayat ini memberikan contoh betapa Nabi Musa a.s. memikul tanggung jawab untuk melindungi bangsanya, dan untuk inilah ia berjuang tiada henti selama bertahun-tahun hingga akhirnya tirani Fir‘aun pun tamat riwayatnya. Selain itu, beliau pun berjuang untuk memperkuat moral bangsanya, dan dengan sabar menyeru mereka agar memohon pertolongan kepada Allah. Sungguh, sebagai hasil dari semangat dan keteguhan yang diperlihatkannya, Allah pun memberikan kemenangan kepada beliau dan para pengikutnya atas diri Fir‘aun.
Sebagaimana diungkapkan oleh contoh-contoh semacam ini, orang-orang beriman senantiasa berada pada pihak yang benar, yaitu berada bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki kasih sayang, toleransi, sikap siap membantu dan rela berkorban ketika menghadapi orang-orang yang melakukan keangkaramurkaan, tidak adil, dan mementingkan diri sendiri. Mereka senantiasa berjuang untuk menghentikan tirani para penindas dan membebaskan mereka yang tertindas. Dalam melakukan hal ini, mereka merasakan gairah dan kebahagiaan karena dapat memenuhi perintah Allah. Dan melalui amal kesalehan ini mereka menerapkan keadilan yang disukai oleh Allah, mendengarkan suara hati nurani mereka, hidup dengan nilai-nilai Qur’ani, dan menjaga keselamatan orang-orang yang tidak berdosa. Maka mereka pun memperoleh kebahagiaan dari semua amal kebajikan ini dan pahala-pahala yang mereka terima.
Komitmen dari orang-orang beriman dalam masalah ini meningkatkan akhlak mereka. Badiuzzaman (Said Nursi) memberi tahu akan fakta bahwa mereka yang memikul tanggung jawab besar dengan niat untuk memperoleh keridhaan Allah akan mencapai kematangan moral: “Manakala seseorang punya komitmen pada dirinya sendiri dengan tujuan-tujuan yang mulia, maka amal-amalnya pun menjadi semakin ikhlas. Dan ketika ia melakukan amal-amal yang semakin banyak demi kepentingan kaum muslimin, maka dia sendiri mencapai kematangan moral.”1
¨ Ibadah
Bagi orang-orang beriman mencari keridhaan dan kecintaan Allah merupakan suatu hal yang mendapat prioritas atas segala hal lainnya. Dengan demikian, sepanjang hayatnya mereka terus menerus mencari jalan untuk makin mendekatkan diri kepada-Nya. Allah telah memerintahkan:
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (Q.s. al-Ma’idah: 35).
Orang-orang beriman memandang bahwa menjalankan kewajiban-kewajiban ibadah yang diperintahkan di dalam al-Qur’an adalah termasuk sarana yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah. Meskipun demikian, mereka menyadari bahwa hanya melakukan hal ini saja tidaklah cukup, dan yang lebih penting lagi adalah adanya keikhlasan dan semangat yang dirasakan oleh seseorang ketika sedang beribadah. Sesungguhnya, Allah telah menyatakan bahwa daging dan darah dari hewan-hewan korban itu tidak akan sampai kepada-Nya namun ketakwaan dari orang-orang yang berkorban itulah yang akan sampai kepada-Nya:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s. al-Hajj: 37).
Kesadaran atas fakta ini mengarahkan orang-orang beriman untuk menyibukkan diri di dalam amal-amal saleh dengan penuh semangat untuk menjalankan suatu kewajiban dalam beribadah. Mereka memahami bahwa keikhlasan adalah sifat yang paling dihargai oleh Allah. Bahwa amal-amal yang dikerjakan dengan ikhlas karena Allah mendapat penghargaan yang besar di mata Allah, juga disebutkan di dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad saw., di mana seorang mukmin yang baik digambarkan sebagai seseorang yang merasakan kebahagiaan ketika mengerjakan shalat, menjalankan ibadah kepada Tuhannya dengan sebaik-baiknya, dan menaati-Nya ketika sedang dalam keadaan sunyi. Di dalam al-Qur’an banyak diberikan contoh mengenai semangat dan gairah yang dirasakan oleh orang-orang beriman dalam menjalankan ibadah. Beberapa di antaranya akan disebutkan dalam halaman-halaman selanjutnya.
¨ Membaca al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an Allah memberikan gambaran mengenai orang-orang beriman:
“Sesungguhnya orang-orang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri.” (Q.s. as-Sajdah: 15).
Bersujud ketika dibacakan ayat-ayat al-Qur’an merupakan tanda adanya keimanan yang kuat dan kebahagiaan yang mereka rasakan karena menjadi hamba Allah.
Mereka merasa sangat bersuka cita karena memiliki al-Qur’an, kitab yang diwahyukan Allah yang mencakup semua pengetahuan, dengan menyadari bahwa setiap ayat dari al-Qur’an adalah manifestasi dari kasih sayang, rahmat, dan keadilan Allah terhadap diri mereka. Lebih jauh lagi, mereka merasakan kebahagiaan yang sangat besar di dalam jiwa mereka karena telah diberi nikmat kesadaran yang jernih sehingga mereka dapat memahami semua itu. Dengan demikian, mereka pun merasa dekat kepada Allah dan merasakan adanya keterikatan yang mendalam dengan-Nya, yang memberikan mereka perasaan tenang. Di dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa orang-orang beriman menyungkur sujud, menangis karena perasaan yang mereka alami tatkala mendengarkan firman-firman Allah:
“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadaNya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).’ Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Mahasuci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.’ Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (Q.s. al-Isra’: 107-9).
Di dalam ayat-ayat di atas Allah memberitahukan bahwa al-Qur’an, manakala dibacakan kepada orang-orang beriman, meningkatkan rasa rendah diri mereka, yaitu ketakutan dan rasa takzim mereka kepada-Nya. Dan Allah memberitahukan kepada kita bahwa para nabi pun juga menyungkur sujud, sambil menangis karena perasaan mereka ketika mendengar ayat-ayat Allah:
“Mereka adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Q.s. Maryam: 58).
Di dalam ayat lainnya dinyatakan bahwa kulit-kulit orang-orang beriman yang takut kepada Allah bergetar manakala mereka mendengar ayat-ayat al-Qur’an:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (Q.s. az-Zumar: 23).
Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad saw. bahwa orang-orang beriman mengetahui bahwa pahala bagi mereka yang membaca al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah adalah begitu besarnya, dan hal itu semakin menambah gairah mereka: “Bertakwalah kepada Allah, karena Dialah yang akan membuat baik semua hal yang merisaukanmu. Bacalah al-Qur’an dan senantiasalah mengingat Allah, karena dengan demikian kalian akan diingat pula di langit sana, dan akan menjadi cahaya bagimu di muka bumi ini.” (H.r. Ahmad).
¨ Doa
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.s. al-Baqarah: 186).
Allah telah menyeru semua orang untuk berdoa. Dia telah memberitahukan kepada mereka bahwa Dia lebih dekat kepada mereka dibandingkan urat leher mereka sendiri. Dia mendengar mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya, dan Dia pun akan menjawab doa-doa mereka. Kesempatan yang diberikan oleh Allah tersebut kepada manusia dan bahwa Dia menjadi saksi atas segala hal yang mereka ucapkan atau pikirkan adalah penyebab munculnya rasa suka cita bagi orang-orang beriman, rasa suka cita karena mengetahui bahwa Allah ada bersama mereka, perlindungan-Nya yang senantiasa diberikan atas diri-diri mereka, dan karunia-Nya terhadap mereka. Dengan alasan inilah orang-orang beriman berlindung kepada Tuhan mereka dengan perasaan yang sangat mendalam, benar-benar merasakan perlunya mendapat bimbingan dari-Nya, dan senantiasa memohon pertolongan-Nya setiap saat. Penyebab kegembiraan yang lain adalah bahwa tidak ada batas bagi mereka untuk meminta apa saja kepada Allah. Setiap orang berpeluang untuk memohon apa saja yang diperlukannya, baik hal itu penting atau tidak penting, yang sifatnya ruhaniah maupun material. Allah menjawab doa dari hamba-hamba-Nya sesuai dengan apa yang terbaik bagi mereka.
¨ Bertobat untuk Mendekatkan Diri kepada Allah
Manusia mudah membuat kesalahan. Adalah suatu hal yang mustahil untuk mengharapkan bahwa ada seseorang yang mengetahui segala hal atau dapat melakukan apa saja dengan sempurna karena dunia ini adalah tempat di mana Allah menguji manusia. Manusia hanya akan tinggal sementara waktu saja di dunia, di mana dia akan memperoleh sifat-sifat yang lebih baik melalui petunjuk Tuhannya, dan kemudian akan melanjutkan perjalanannya ke akhirat, yang merupakan tempat tinggalnya yang abadi. Itulah sebabnya mengapa kesalahan, ketidaksempurnaan dan kegagalan adalah hal lumrah di dunia ini, dimana merupakan tempat untuk melakukan ujian. Hal yang penting adalah bagaimana caranya untuk tidak terus menerus melakukan kesalahan, namun sesegera mungkin mengikuti kebenaran begitu mengenalinya, dan meninggalkan kebiasaan buruk sebelumnya. Proses ini terus berkesinambungan menuju penyempurnaan, sekalipun orang-orang beriman menyadari bahwa mereka adalah hamba-hamba Allah yang lemah dan tidak sempurna. Dengan demikian, mereka pun meminta ampunan dari Allah dan bertobat. Tobat, suatu bentuk ibadah yang penting dan diperintahkan di dalam al-Qur’an, membuat mereka merasakan kebahagiaan ruhaniah.
Manakala orang-orang beriman melakukan kesalahan, mereka tidak memperlihatkan sikap pesimis; akan tetapi mereka merasakan adanya harapan bahwa Allah akan mengampuni mereka. Begitu mereka menyadari bahwa mereka telah melakukan suatu perbuatan dosa, mereka segera meminta perlindungan kepada Allah dan memohon ampunan-Nya. Allah menggambarkan karakteristik dari hamba-Nya yang ikhlas ini di dalam al-Qur’an:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.s. Ali Imran: 135).
Kabar gembira dari Allah bahwa Dia menerima tobat dari hamba-hamba-Nya yang ikhlas mendatangkan harapan dan kegembiraan. Hal ini karena hingga kematian datang kepada mereka, bahkan orang yang paling jahat pun di dunia ini memiliki kesempatan untuk menyucikan dirinya dari dosa dan memperoleh atribut untuk memasuki surga. Allah menggambarkan rahmat dan kasih sayang-Nya terhadap semua umat manusia sebagai berikut:
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Q.s. az-Zumar: 53).
Dengan merasakan kasih sayang dan rahmat Allah kepada mereka dan mengharapkan ampunan-Nya setiap saat mereka kembali kepada-Nya mendatangkan rasa cinta dan kegembiraan yang mendalam di dalam hati orang-orang beriman.
¨ Menyampaikan Nilai-nilai
Luhur al-Qur’an
Allah memerintahkan dibentuknya suatu jamaah di tengah-tengah umat manusia yang menyeru kepada kebaikan:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‘ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.s. Ali Imran: 104).
Sesuai dengan seruan yang tercantum di dalam ayat ini orang-orang beriman memiliki keikhlasan, berupaya untuk menyampaikan kebaikan nilai-nilai akhlak yang terdapat di dalam al-Qur’an, menunjukkan kerusakan akhlak yang terdapat di tengah-tengah masyarakat jahiliah, dan dengan kehendak Allah, membimbing manusia ke jalan yang benar. Karena mereka sendiri sudah merasakan kedamaian dan kenyamanan dengan cara hidup yang Islami, mereka pun mengharapkan agar orang lain juga dapat mengalami hal yang sama. Selanjutnya, karena mengetahui bahwa neraka benar-benar ada, mereka ingin melindungi semua orang dari siksaan yang kekal dengan cara mendorong mereka untuk menjalani kehidupan yang diridhai oleh Allah, karena amal-amal seseorang di dunia ini menentukan kehidupan abadinya kelak di surga atau neraka. Bahkan keselamatan abadi bagi satu orang saja punya arti yang besar bagi orang-orang beriman. Dengan alasan inilah mereka punya komitmen untuk mengorbankan apa saja dalam rangka menyelamatkan seseorang dari neraka dan membimbingnya menuju ampunan dan kasih sayang Allah. Barangkali mereka akan mencurahkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun, siang dan malam, guna membantu seseorang agar menerapkan nilai-nilai Islami yang baik. Demikian pula, mereka pun dengan bersemangat mengeluarkan harta kekayaannya demi hal ini. Semangat yang mereka rasakan memberikan kekuatan yang besar baik secara fisik maupun ruhani. Hingga akhir hayatnya mereka tidak pernah berhenti menyampaikan pesan-pesan Allah dengan cara yang paling baik dan paling bijaksana.
Meskipun demikian, perlu dijelaskan bahwa sekalipun semua upaya mereka tidak mendatangkan hasil atas turunnya hidayah kepada satu orang pun, mereka tidak akan pernah merasa frustrasi karena tugas dari seorang mukmin hanyalah sekadar menyampaikan pesan, sedangkan Allahlah yang sesungguhnya memberikan hidayah kepada seseorang. Dari al-Qur’an kita tahu bahwa banyak penyembah berhala di Mekkah yang tidak memeluk Islam, sekalipun Nabi Muhammad saw. telah melakukan berbagai upaya dengan tulus dan sungguh-sungguh. Akan tetapi usaha-usaha yang telah beliau saw. kerjakan tadi tetap mendapatkan ganjaran, dan Allah mewahyukan kepada beliau saw.:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Q.s. al-Qashash: 56).
Di dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa semua nabi telah menunjukkan komitmen yang sama dalam menyampaikan risalah dari Tuhan mereka. Kesukaran-kesukaran yang mereka hadapi tidak pernah mematahkan semangat mereka. Bahkan sebaliknya, mereka senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menunjukkan jalan yang benar kepada umat mereka. Upaya-upaya penuh semangat yang telah dilakukan oleh Nabi Nuh a.s. telah digambarkan sebagai berikut:
“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah berdakwah kepada kaumku malam dan siang, namun dakwah itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku berdakwah kepada mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. Kemudian sesungguhnya aku telah berdakwah kepada mereka (untuk beriman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku (berdakwah kepada) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan diam-diam, maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’.” (Q.s. Nuh: 5-10).
Sebagaimana diungkapkan dalam ayat-ayat tadi, Nabi Nuh a.s. telah menyampaikan risalah Tuhannya dengan semangat yang tinggi untuk mendamaikan hati umatnya. Meskipun mereka selalu menolak namun beliau tidak pernah patah semangat dalam menyampaikan atribut-atribut Allah. Kendati demikian, umatnya yang berkepala batu selalu saja berpaling setiap kali mereka mendengarkan kebenaran. Karena semangat dan rasa suka cita yang dirasakannya dalam menjalankan perintah Allah untuk menyampaikan pesan-Nya, Nabi Nuh a.s. tidak mencela sikap mereka namun beliau terus saja melanjutkan tugasnya dengan keteguhan yang tiada henti. Meskipun umatnya menunjukkan keangkuhan, beliau berupaya mencari cara-cara lain yang memungkinkan guna melunakkan hati mereka. Niat beliau adalah untuk membebaskan mereka dari kerusakan masyarakat jahiliah dengan cara mengingatkan kepada mereka mengenai kebesaran Allah, baik secara terbuka maupun tertutup.
Perlu diingat bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Nabi Nuh a.s. dan yang lainnya dalam menyampaikan risalah ini, dengan semangat yang tinggi dan keikhlasan, tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa ganjaran. Insya Allah, setiap kata yang disampaikan dan setiap detik yang dicurahkan di jalan-Nya akan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda.
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang melawat, yang rukuk yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (Q.s. at-Taubah: 112).
¨ Berpikir tentang Surga
Salah satu hal yang paling menimbulkan perasaan gembira bagi orang-orang beriman adalah surga dan karunia-karunia yang akan mereka peroleh di sana. Surga adalah tempat yang selama ini belum pernah ada dalam kehidupan dunia ini; tak ada satu pun cacat dan celanya kehidupan di sana. Surga diciptakan bukan sebagai ujian, sebagaimana kehidupan di dunia ini, namun adalah tempat untuk memberikan ganjaran. Lagi pula, Allah memang sengaja menciptakan dunia ini sebagai tempat yang tidak sempurna sehingga umat manusia merindukan surga dan berjuang keras untuk mencapainya. Seseorang yang berjuang untuk mencapai kesempurnaan, seumur hidupnya menginginkan surga dengan semangat yang lebih besar lagi.
Di akhirat nanti orang-orang beriman akan bergembira karena telah diselamatkan dari siksa neraka, yang selama hidupnya mereka telah berjuang untuk menghindarinya. Pada sisi lain, mereka yang memerangi agama Allah, dan orang-orang yang mengikuti al-Qur’an, serta mereka yang menentang orang-orang beriman dan berupaya menindas mereka akan mendapatkan ganjaran yang sepadan sebagai bukti keadilan Allah. Bagaimana ganjaran yang akan diterima oleh orang-orang semacam ini dan kegembiraan yang dirasakan oleh orang-orang beriman tatkala mereka menyaksikannya, dinyatakan di dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini,2 orang-orang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Q.s. al-Muthaffifin: 29-36).
Fakta bahwa kelak orang-orang yang tidak beriman akan mendapatkan ganjaran yang sepantasnya dari Allah, menyembuhkan luka di hati orang-orang mukmin. Sungguh, hanya dengan memikirkan janji Allah saja sudah dapat membangkitkan rasa suka cita di hati orang-orang beriman.
Selain itu, mengingat salam dan ucapan selamat datang dari para malaikat di surga dan betapa kedudukan orang-orang beriman akan ditinggikan di sana adalah sumber kebahagiaan utama. Mereka akan bertemu dengan malaikat-malaikat Allah yang akan mengantar mereka ke surga, tempat tinggal mereka yang abadi. Sementara mereka yang tidak mau mengabdi kepada Allah dalam hidupnya di dunia ini, akan berada dalam ketakutan dan kesakitan ketika disergap oleh malaikat azab, sementara orang-orang beriman diiringi oleh malaikat-malaikat rahmat berada dalam kedamaian dan keamanan. Harapan ini membuat orang-orang beriman merasakan kegembiraan yang luar biasa. Bagaimana mereka akan dipertemukan di dalam surga nanti digambarkan di dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Q.s. ar-Ra‘d: 23-4).
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): ‘Salamun ‘alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.s. an-Nahl: 32).
Alasan lain mengapa pemikiran tentang surga ini membangkitkan kegembiraan di hati orang-orang beriman tidak ragu lagi adalah karunia yang dijanjikan kepada mereka yang selama ini belum dapat mereka bayangkan seperti apa wujudnya. Namun yang lebih membahagiakan lagi daripada itu adalah manakala mereka mendapatkan keridhaan Allah, suatu tujuan yang selama ini sangat mereka inginkan dan perjuangkan seumur hidup mereka:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin3 dan Anshar4 dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (Q.s. at-Taubah: 100).
Dalam ayat di atas Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia akan meridhai orang-orang yang dimasukkan-Nya ke dalam surga. Demikianlah, ditekankan di dalam al-Qur’an bahwa karunia terbesar di dalam surga adalah keridhaan Allah:
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (Q.s. at-Taubah: 72).
Selain itu, Allah memberikan kabar yang lebih baik lagi kepada orang-orang beriman mengenai karunia surga:
“Salam, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (Q.s. Yasin: 85).
Dan ini adalah ganjaran terbaik bagi perjuangan tulus yang telah dilakukan oleh orang-orang beriman sepanjang hidup mereka.
Orang-orang beriman juga merasakan kegembiraan manakala memikirkan betapa indahnya surga, dimana jauh dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sekalipun sudah banyak diberikan gambaran yang rinci di dalam al-Qur’an. Allah telah berfirman bahwa di sana nanti terdapat banyak keindahan dan karunia yang selama ini pernah diinginkan oleh jiwa manusia atau yang selama ini dapat dibayangkannya. Cakrawala pandang manusia di dunia ini terlalu terbatas untuk dapat memberikan gambaran yang sepenuhnya mengenai berbagai macam karunia abadi tadi. Sungguh, surga dipenuhi dengan hadiah-hadiah mengejutkan yang tiada henti-hentinya bagi orang-orang beriman. Memikirkan hadiah-hadiah mengejutkan ini saja dan mengetahui bahwa mereka dengan izin Allah akan hidup kekal selamanya membuat mereka merasa sangat berbahagia.
Bahkan sejak sekarang pun orang-orang beriman telah mengetahui karunia-karunia tertentu di surga, karena telah mendapatkan gambaran-gambaran dari al-Qur’an. Misalnya, orang-orang beriman mengetahui bahwa kelak mereka akan bersama-sama dengan kawan-kawan dan orang-orang yang mereka cintai. Mereka akan berkawan dengan para nabi, syuhada, siddiqin, dan orang-orang saleh terdahulu dan akan mendapatkan penghormatan menjadi sahabat-sahabat orang-orang suci yang diridhai oleh Allah. Mereka akan menemui cinta dan persahabatan sejati di sana, dan tidak akan pernah merasa bosan.
Setan tak akan dapat mendekati para penduduk surga; ia akan dilemparkan ke dalam siksaan yang abadi di dalam api neraka, maka di surga nanti setiap orang akan memiliki sifat-sifat yang baik, tulus, dan jujur di hadapan Tuhan mereka. Di sana tidak akan dijumpai akhlak-akhlak buruk yang ada pada masyarakat jahiliah (seperti kebencian, kemarahan atau dengki); semua sifat-sifat jelek ini akan hilang untuk selama-lamanya.
Di surga nanti tidak akan ada kesulitan-kesulitan seperti yang terdapat di dunia ini. Mereka tidak perlu cemas atas rencana-rencana jahat dari orang-orang munafik. Orang-orang beriman akan diangkat derajatnya selama-lamanya, hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan di tengah-tengah kenikmatan apa pun yang diinginkan oleh nafsu mereka. Semua orang akan diciptakan dengan bentuk yang sempurna dan dibebaskan dari segala macam cacat. Bentuk tubuh mereka elok, memiliki perasaan saling menyayangi dan berusia setara. Hukum-hukum alam yang berlaku sebagaimana di dunia ini tidak lagi berjalan; suatu kehidupan baru dengan kenikmatan-kenikmatan baru telah tersedia untuk mereka yang imannya terjamin. Selain itu, surga adalah sebuah tempat yang berisi kemegahan-kemegahan fisik seperti mahligai-mahligai, pohon-pohon yang senantiasa berbuah dan mudah dipetik, sungai madu, dan keindahan-keindahan yang menarik hati lainnya.
Lebih dari itu, “keabadian”, sebuah konsep yang dalam pikiran manusia sulit untuk dibayangkan, berlaku di surga. Kehidupan di surga tidak hanya terbatas selama ratusan, ribuan, miliaran, atau triliunan tahun ... namun kehidupan di sana adalah kehidupan yang kekal abadi. Manusia tidak akan merasa letih dan jenuh tinggal di sana, dan ia akan merasakan kesenangan yang besar selama-lamanya dalam setiap saat yang dilewatinya.
Memikirkan tentang kenikmatan-kenikmatan ini, sementara dirinya masih berada di dunia, dan harapan untuk mencapai surga merupakan sumber semangat dan hasrat utama orang-orang beriman. Dengan rangsangan untuk memperoleh kenikmatan-kenikmatan tersebut, mereka menjadi semakin bergairah dan melakukan upaya-upaya yang lebih banyak untuk menjadi hamba-hamba Allah yang layak menjadi penghuni surga. Sebagaimana digambarkan di dalam al-Qur’an, mereka berlomba-lomba satu sama lain dalam melakukan amal kebajikan dan berjuang untuk menjadi pemenang terbaik untuk mendapatkan “surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.s. Ali Imran: 133).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar