Sekitar 2500 tahun yang lalu, ajaran Buddha muncul di timur laut India, dan pada saat itu mengembangkan pengaruhnya melalui Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Cina, Jepang, Tibet, Mongolia, Manchuria, Korea, dan Nepal. Saat ini, agama ini mempunyai sekitar 330 juta pengikut.
Pengertian ajaran Buddha selalu beragam, sejalan dengan cara pemeluk Buddha memahami arti kehidupan. Bagi beberapa orang, ajaran Buddha merupakan sebuah agama, sementara lainnya menganggapnya sebuah aliran atau bentuk filsafat. Namun dari pandangan kehidupan dan semua kegiatannya, akhirnya jelas bahwa ajaran Buddha adalah agama penyembah berhala dan bersifat takhayul. Karena ajaran Buddha adalah sebuah agama tak mengenal Tuhan dan kurang meyakini adanya Tuhan, agama ini juga menolak adanya malaikat, akhirat yang abadi, neraka, dan Hari Pembalasan.
Siddhartha Gautama, pendiri ajaran Buddha, dilahirkan di kota India Kapilawastu dan hidup antara 563 dan 483 SM. Pada saat itu, agama utama di India adalah Brahmanisme, agama penjajah Arya. Menurut tata nilai kasta Arya yang kaku dan tak tergoyahkan, seluruh masyarakat dibagi atas empat kelompok, yang masing-masingnya dibagi lagi menjadi kasta-kasta. Pendeta Brahma adalah kelompok masyarakat yang paling tinggi dan mereka tanpa ampun menindas rakyat yang kedudukannya lebih rendah.
Gautama dilahirkan sebagai putera seorang pangeran kaya dengan nama lahir Suddhodana, dalam keluarga bangsawan Sakya. Setelah menghabiskan usia mudanya dalam kesenangan dan kemudahan, Gautama meninggalkan istana pada usia 29 dan menjadi pencari ketenangan jiwa yang berlanjut hingga kematiannya di usia 80. Sepanjang kehidupannya, ia membangun dasar-dasar pemikiran yang dengan berlalunya waktu berkembang menjadi ajaran yang sekarang kita sebut ajaran Buddha.
Kata Buddha berarti “orang yang bangkit, atau mendapat pencerahan,” menandakan tercapainya tingkat kejiwaan seperti yang telah dicapai oleh Siddhartha Gautama. Ajaran-ajaran dan kitab-kitab Buddha yang disampaikan pada kita tidaklah berasal dari masa kehidupannya, melainkan ditulis antara 300 hingga 400 tahun setelah kematiannya. Dalam halaman-halaman berikut pada buku ini, kita akan meneliti kitab-kitab ini secara terperinci dan kita akan lihat bahwa semuanya berisi keyakinan palsu, kegiatan-kegiatan yang menyalahi seluruh logika dan menampilkan Buddha secara sesat sebagai sebuah patung yang disembah.
Orang yang Menganggap Buddha
sebagai Tuhan
Dalam keyakinan, filsafat, dan tindakan mendasarnya, agama ini adalah penyembah berhala. Pemeluk Buddha berpegang pada Buddha dengan rasa cinta yang tinggi, rasa hormat dan takut yang dalam, bahkan menganggapnya sebagai tuhan.
Meskipun kita tidak mempunyai catatan dari masa Buddha yang mendukung bahwa ia mengajak pengikutnya untuk menyembahnya, para Brahma, yang memang telah menyembah berhala, segera mulai membuat patung Siddharta. Dan di waktu itu, orang-orang yang memberi cinta berlebihan kepada Buddha mulai menyembah patung ini dan menganggapnya tuhan.
Padahal, seluruh agama yang berdasar pada wahyu Tuhan bersandar pada keimanan terhadap satu Tuhan yang mengakui-Nya sebagai zat yang esa dan tak ada yang menyamai. Dalam Al-Qur'an (22:34) Allah berfirman, “Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.” Mengingkari keagungan Allah dan menyembah berhala berupa manusia biasa, seperti yang dilakukan penganut Buddha, dilukiskan dalam Al-Qur'an sebagai “mempersekutukan sesuatu dengan Allah.” Di ratusan tempat dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan kita bahwa “perbuatan mempersekutukan” ini adalah dosa yang sangat besar. Misalnya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qur'an, 4: 48)
Kata “mempersekutukan,” atau syirik, berarti bekerjasama. Al-Qur'an menggunakannya dalam hal menyejajarkan makhluk dengan Allah, seperti memperlakukan suatu benda, manusia, atau gagasan-gagasan sama atau lebih tinggi dibanding Tuhan. Penyembah berhala menghormati apa pun gambar, patung, atau benda yang ia hubungkan dengan Tuhan lebih tinggi dari penghormatan pada Tuhan itu sendiri, sehingga mengabdikan sepenuhnya; cinta, hormat, minat, dan baktinya pada hal tersebut. Al-Qur'an (15:96;17: 39; 51: 51) menyebut jalan pikiran sesat ini sebagai “menganggap adanya tuhan lain selain Allah.”
Agama Islam didasarkan pada keyakinan akan keesaan Allah (tauhid). Allah sering mengulangi kata Laa ilaha illahu (‘tidak ada Tuhan selain diri-Nya”), yang merupakan syarat utama keimanan. Oleh karena itu, arti paling dasar dari syirik adalah menyimpang dari kebenaran menuju gagasan keliru bahwa ada hal lain selain Allah yang memiliki “kekuatan dan keperkasaan.” Dalam Al-Qur'an, Allah memperkenalkan dirinya dengan menggambarkan sifatnya dan memberi tahu kita dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an bahwa tidak ada tuhan selain Dia. Dalam ayat 59:22-24, Allah memfirmankan nama-Nya yang agung sebagai berikut:
Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Allah mewujudkan sifat-Nya untuk diperlihatkan pada diri manusia. Misalnya, Dia mempunyai kasih sayang tak terbatas dan mewujudkan sifat-Nya sebagai “Penyayang” dalam diri manusia. Sifat-Nya bisa dilihat pada manusia, meskipun manusia memiliki sifat-sifat ini tanpa usaha dan hasil kerjanya sendiri. Dengan sendirinya, tidak ada zat lain yang bisa memiliki atau menciptakan sifat Allah. Menganggap bahwa mereka mempunyai kemampuan ini berarti “mengada-adakan tuhan lain selain Allah.” Seperti halnya kalangan ajaran Buddha, mereka membuat kekeliruan mempersekutukan makhluk-Nya dengan Allah, menganggap adanya sifat Tuhan pada zat lain, makhluk yang lebih rendah.
Misalnya, Allah Maha Melihat dan mengetahui “segala sesuatu bahkan yang tersembunyi sekalipun” Ketika seseorang melakukan sesuatu diam-diam, tak seorang pun di sekitarnya, dan yakin tak seorang pun melihatnya, sesungguhnyalah Allah melihatnya dan mengetahui segala yang ia perbuat. Dia melihat dan mengetahui segala peristiwa yang terjadi di alam semesta, hingga sekecil-kecilnya, karena Dia adalah Tuhan Yang Esa Yang menciptakan semua itu. Dalam Al-Qur'an (6:103), Allah menegaskan bahwa “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui.”
Di mana pun seseorang berada, pastilah Allah bersamanya. Allah mengetahui apa yang Anda pikirkan saat ini, sewaktu Anda membaca kata-kata ini. Allah memberi tahu kita bahwa Ia melihat kita di mana pun kita berada:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarrah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Qur'an, 10: 61)
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Qur'an, 57: 4)
Pandangan ini mengungkap pemahaman keliru pemeluk Buddha, dan sejumlah umat manusia lainnya. Pengikut Buddha menganggap Buddha sebagai maha melihat dan maha mengetahui. Diperbanyaknya patung-patung Buddha di negara-negara yang menjadikannya sebagai agama utama, dan mata Buddha yang dilukiskan di setiap kuil, seluruhnya menjadi saksi keyakinan menyimpang penganut Buddha bahwa Buddha melihat mereka setiap saat dengan matanya yang terbuat dari batu dan kayu dan mendengar dengan telinga kayunya. Karena itu, mereka mengisi rumah-rumah mereka dengan patungnya, dan di depannya mereka melakukan peribadatan.
Jadi, mereka bertindak bertolak belakang dengan akal sehat dan melakukan dosa besar. Dalam Al-Qur'an (7:195), Allah memberi tahu kita bahwa manusia yang mempersekutukan makhluk dengan Allah telah benar-benar tertipu; dan bahwa apa pun yang mereka jadikan tuhan tak punya kekuasaan atas apa pun. “Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang dengan keras Seperti yang Allah peringatkan dalam Al-Qur'an (2:165): , atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia dapat mendengar?” Jangan lupa, “penyembahan berhala” tidak hanya berarti beribadah pada patung benda. Setiap orang yang menghormati orang lain karena apa yang dimilikinya, berpikir bahwa mereka dikuasai orang tersebut, dan berada di bawah kekuatannya, mengagungkannya, tidak mengakui bahwa makhluk fana ini adalah ujian Allah untuknya, itu pun tergolong perbuatan menyembah berhala.
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ada pun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Buddha adalah hamba tak berdaya yang diciptakan Allah dan diuji di dunia ini. Ia tidak punya kemampuan atau kehendak sendiri untuk mempengaruhi manusia. Adalah karena kehendak Allah-lah ia berbicara, dan ia menjalani kehidupan yang diberikan Allah padanya, menurut takdir yang telah digariskan Allah. Doa Ibrahim AS dalam Al-Qur'an (26:78-82) menyatakan dengan jelas ketidakberdayaan manusia di depan kekuasaan mutlak Allah:
(Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Dia Yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.
Buddha menjalani takdir yang telah ditentukan Allah untuknya, dan ketika waktunya tiba, ia mati. Jangan lupa bahwa kalau tidak dikehendaki Allah, tak seorang pun mempunyai keimanan. Adalah Allah Yang menuntun manusia. Jika tidak dikehendaki Allah, tak seorang pun dapat menunjuki orang lain ke jalan yang lurus. Selain itu, Allahlah yang menunjuki manusia kepada kebenaran dan keindahan. Ajakan dan dakwah untuk mempengaruhi hati manusia hanya terjadi atas izin Allah. Demikianlah, Dialah satu-satunya kekuasaan mutlak yang harus diagungkan, disembah, dan dimintai pertolongannya. Seperti dinyatakan Allah dalam Al-Qur'an (22:74): “Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.”
Al-Qur'an memberikan sejumlah contoh manusia yang menyembah berhala. Sebagai contoh, orang-orang kafir dari umat Nabi Ibrahim membuat bentuk-bentuk tuhan mereka, menyembahnya, dan mendengarkan seruannya. Dalam Al-Qur'an (21:52-53) Allah berfirman: “(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya."
Seperti ditunjukkan ayat ini, manusia telah menganut bentuk pemujaan ini sebagai warisan nenek moyangnya yang telah meninggal. Oleh karena itulah, ibadat pada berhala ini, tak peduli masuk akal atau tidak, bisa menjadi sejenis kegiatan masyarakat yang telah dihayati semenjak kecil dan tidak lagi dianggap aneh, bahkan dalam masyarakat modern sekalipun.
Dalam Al-Qur'an (27:24-25), Allah berfirman bahwa kaum Saba’ adalah penyembah berhala, seperti halnya umat Ibrahim:
Aku menemukan dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Ayat-ayat ini membawa kita pada hal penting lain: setan telah membuat agama-agama berhala terlihat benar dan berarti bagi manusia, untuk menghalangi mereka dari jalan Allah. Padahal, setan mengetahui, misalnya, bahwa matahari bukanlah tuhan yang harus disembah, melainkan ciptaan Allah seperti benda lainnya di alam semesta. Dengan kata lain, setiap agama berhala yang menentang wahyu Allah sebenarnya didasarkan pada wahyu Setan, yang melakukannya sehingga baik laki-laki maupun perempuan tidak menundukkan dirinya pada Allah.
Contoh lain penyembahan berhala yang diwahyukan Allah dalam Al-Qur'an menyebut tentang Bani Israil. Ketika mereka melarikan diri dari Firaun dan kaumnya bersama Musa AS, mereka menemui seseorang yang menyembah berhala dan mereka ingin Musa membuatkan untuk mereka berhala yang serupa. Dalam Al-Qur'an (7:138-139), Allah memberi tahu tentang hal ini:
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu , maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata, "Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
Dari ayat ini kita melihat bahwa Bani Israil, yang melakukan kebodohan, menginginkan tuhan yang bisa mereka lihat dengan mata mereka, yang di depannya mereka bisa membungkuk dan mungkin melakukan upacara-upacara yang tidak jelas. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak berpikir tentang kekuasaan Allah atau menghormati-Nya. Meskipun Musa telah menerangkan kebenaran pada mereka, segera setelah ia meninggalkan mereka, mereka membuat sebuah patung, sebuah kesesatan besar. Dalam Al-Qur'an (7:148-149) Allah memberi tahu kita bahwa segera setelah itu, penyesalan datang pada mereka:
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara . Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi."
Namun bagi orang-orang yang menjadikan patung lembu tersebut sebagai tuhan, Allah memberi jawaban berikut ini (Al-Qur'an 7:152):
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.
Ayat di atas menunjukkan bahwa jika Allah berkehendak, Dia bisa mengampuni atau menghukum orang-orang yang mempersekutukan makhluk dengan diri-Nya. Orang-orang yang melakukannya sebenarnya sedang merajut kebohongan, karena kebenaran yang nyata adalah bahwa hanya ada satu Tuhan. Bersujud di depan tuhan-tuhan buatan ini adalah kejahatan besar terhadap Allah. Seperti dinyatakan dalam Al-Qur'an (4:48), Allah dapat mengampuni orang-orang yang melakukan dosa dan kesalahan apa pun, tapi tidak akan mengampuni orang yang mempersekutukan makhluk dengan diri-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
Tidak Ada Tuhan
Selain Allah
Dasar Islam adalah pengetahuan bahwa Allah itu ada, dan pemahaman bahwa tidak ada tuhan selain-Nya. Dalam Al-Qur'an, sumber wahyu Islam, Allah memberi tahu kita (2:163) bahwa inilah dasar pijakan agama: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Jelas, hanya ada satu Zat Mutlak, dan segala hal lainnya adalah ciptaan-Nya. Allah menciptakan alam semesta tempat tinggal kita dan, sebelum Dia menciptakannya, tidak ada satu pun yang ada. Tak satu pun, bernyawa atau tak bernyawa, dijadikan ada; tak satu pun selain ruang hampa semata. Saat alam semesta diciptakan, sejak itulah waktu, ruang, dan zat menjadi ada, diciptakan oleh Tuhan Abadi yang tidak tergantung pada apa pun dari mereka. Dalam satu ayat (2:117) dalam Al-Qur'an, Allah menyebut Diri-Nya sebagai Pencipta Maha Sempurna dari alam semesta:
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia.
Allah menciptakan segala yang terjadi di waktu ini, dan di setiap saat. Allah tetap menciptakan setiap tetesan hujan yang jatuh, setiap anak yang dilahirkan, fotosintesis yang terjadi di dedaunan, fungsi tubuh-tubuh yang hidup, arah bintang dalam galaksi, setiap benih yang berkecambah, seluruh yang kita tahu dan segala hal yang tidak kita ketahui. Segalanya di alam semesta, besar dan kecil, bergerak menurut perintah-Nya (Al-Qur'an, 27:64):
Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Katakanlah, "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar."
Dari sel-sel makhluk hidup hingga bintang-gemintang di alam semesta, seluruh sistem terjadi dalam aturan dan fungsi yang mengagumkan secara sempurna. Aturan menakjubkan ini, yang dikendalikan di setiap saat, berlanjut dalam keselarasan sempurna karena Tuhan kita meliputi seluruh makhluk yang ada dengan pengetahuan abadi-Nya (Al-Qur'an, 67:3-4).
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.
Menolak Allah sebagai Pencipta dan memalingkan kesadaran pada segala hal yang telah Dia ciptakan menunjukkan sangat kurangnya kecerdasan. Aturan mengagumkan di alam semesta dan rancang bangun tanpa cacat di semua makhluk hidup menunjukkan pada kita bahwa satu Pencipta telah menciptakan semuanya. Dalam satu ayat (23:91), Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan lain di sisi-Nya, dan tidak ada zat lain di alam semesta mempunyai kekuatan terlepas dari-Nya.
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.
Allah berada di mana pun dan meliputi segala sesuatu. Dialah satu-satunya yang sejati, Zat mutlak, dan segala sesuatu mematuhi kehendak-Nya. Allah berada di setiap waktu dan setiap tempat. Tidak ada tempat di mana Dia tidak berada; tidak ada makhluk hidup berada di luar kendali-Nya. Dia-lah yang Mahasempurna dan bebas dari segala kelemahan (Al-Qur'an 2:255):
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
Begitu sempitnya pandangan Islam dalam memahami Buddhisme. terlihat jelas dalam isi tulisan diatas.
BalasHapusApakah benar umat Buddha meyakini Buddha sebagai Tuhan?
Monggo, tunjukan ayat suci Buddha nya.
skema yang dibuat Adnan Oktar (Harun Yahya), hanya melihat masalah dari luar, kemudian membungkus dengan pandangan ayat-ayat Al-Quran, tanpa mengutip sedikitpun ayat suci Tipitaka Buddhist. Sehingga mengupayakan bahwa Buddhisme keliru dan Islam benar.
Sehingga orang-orang Islam merasa yakin kalau Buddhisme memang keliru. Ini jelas Fitnah, karena tulisan diatas sama sekali tidak mencerminkan Buddhisme.
Jelas ini merupakan Fitnah yang disebarkan Islam dalam hal ini Adnan Oktar alias Harun Yahya.
Apakah Islam membenarkan Fitnah demi sebuah kebenaran?
Kalau tidak, mengapa dengan lantang berani memfitnah Buddhisme?
Hayo minta maaf kepada semua umat Buddha.